Lintasindonesia.id, KOTAMOBAGU – Menyoal adanya dugaan salah mendiagnosa golongan darah pasien di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kotamobagu kembali mendapat kritikan dari keluarga pasien lantaran petugas Unit Transfusi Darah Rumas Sakit (UTDRS) menyimpulkan dua kali diagnosa yang hasilnya berbeda.
Sebelumnya petugas UTD mendapat tudingan dari keluarga pasien lantaran diduga salah mendiagnosa golongan darah setelah hasil uji sampel dilakukan petugas diberitahukan kepada keluarga pasien, dimana dalam pemeriksaan pertama hasilnya pasien didiagnosa golongan darah AB+ dan kedua kalinya ternyata O+.
Adapun calon pendonor yang memiliki golongan darah AB dihadirkan di rumah sakit oleh keluarga pasien, donor darah dibatalkan petugas UTD lantaran terindikasi tidak dalam keadaan sehat jasmani.
“Ada 4 calon pendonor yang kami hadirkan karena permintan petugas medis tiga kantong darah akan diperlukan, lalu setelah diperiksa petugas medis hanya satu orang yang bisa donor, sementar dua orang tidak jadi diambil donor darahnya karena dalam keadaan tidak sehat fisik sepenuhnya, dan satu orangnya lagi ternyata golongan darah B maka dia juga tidak didonor. Dan itu saya saksikan,” kata keluarga pasien yang dirinya meminta namanya tidak dipublis.
Mengetahui hal tersebut, Ia mengaku kalau keluarganya berupaya lagi mengumpulkan calon pendonor yang lain.
“Saat kami masih berupaya mencari pendonor yang lain, namun malamnya petugas medis datang ke ruangan pasien untuk meminta pengambilan sampel darah pasien guna pemeriksaan golongan darah ulang. Esok paginya pada Kamis 25 Januari pemeriksaan kedua, hasil golongan darah ternyata O+, bukan AB+,” jelasnya.
Hal tersebut kemudian dirinya mengaku jika ada dugaan kesalahan diagnosa golongan darah yang dilakukan oleh UTDRS.
“Sampai saat ini masih jadi tanda tanya besar hasil tes golongan darah bisa berubah dua kali pemeriksaan, apakah alat pemeriksaan kurang baik atau kemungkinan kelalaian petugas ? Sebab setahu saya golongan darah manusia selamanya tidak akan pernah berubah. Baru pada pengujian golongan darah saja tiba-tiba saya kurang tahu apakah dia dokter atau asisten dokter langsung datang minta kami untuk pasien dirujuk segera di RSUP Manado, kendati pun kami menolak,” bebernya.
“Bahkan dokter bilang kalau menolak rujukan dan pasien pulang rumah, kemudian kembali lagi di rumah sakit ini tidak berlaku lagi BPJS kesehatan, sudah berstatus pasien umum, artinya kami harus bayar biaya pelayanan. Kami merasa dirugikan, belum lagi calon pendonor yang dihadirkan itu kita bayar pake uang,” bebernya lagi.
Ia juga mengaku jika sebelumnya pasien awalnya pada pemeriksaan darah lengkap sempat petugas medis salah sasaran mengambil sampel darah pada pasien.
“Kami sudah diperintahkan oleh dokter melapor ke perawat untuk mengambil darah pasien, sudah empat kali ayah saya melapor ke perawat baru dia datang mengambil darah, tapi itu pun perawat sempat salah ambil darah, darah yang dia ambil malah pasien orang lain yang bersebelahan dengan ibu saya, perawat itu juga mengaku hilaf dan akhirnya dia kembali ambil darah ibu saya,” akunya.
Ia melanjutkan, darah tersebut dibawah ke UTDRS namun pada kemasan botol kecil tidak dilabeli nama pasien yang bersangkutan.
“Tabung kecil itu saya serahkan ke petugas UTD, kemudian langsung di sodorkan pertanyaan oleh petugas ke saya, dia tanya apakah ini benar-benar darah milik pasien ? Saya kan cuma mengantarkan tabung ini disuru perawat yang mengambil darah ibu saya,” katanya.
Pun kalau terdapat indikasi penyakit yang menyebabkan petugas kesulitan mendiagnosa golongan darah patut dipertanyakan keakuratan alat pemeriksaan dan penanganan petugas yang profesional.
Sistem layanan kesehatan sebaiknya berfokus pada standarisasi prosedur yang tidak terlalu rawan dugaan kesalahan
“Memang tidak semua menjadi kerahasiaan disiplin ilmu dan penanganan petugas medis mesti kita tahu, namun kita punya hak mencari tahu apabila ada kejanggalan dalam pelayanan pasien yang tidak masuk akal, apalagi pasien ini ibu kandung saya,” tambahnya.
Ia mengatakan bahwa dirinya dengan keluarga tidak semata-mata berjuang demi hak-hak pasien tersebut, namun juga untuk pasien lain agar tidak mengalami kejadian serupa.
“Saya cinta dan bangga ada rumah sakit ini, apalagi rumah sakit ini adalah salah satu rujukan regional, sehingga saya berharap kejadian ini tidak menimpa pasien lain,” harapnya.
Sementara, Direktur RSUD Kotamobagu Fernando M. Mongkau, S.Kep, Ns, M.Kes kembali dihubungi redaksi media Lintasindonesia.id lewat WhatsApp pribadinya tidak aktif.
Penulis : Febri Limbanon