Lintasindonesia.id, BOLTIM – Sudah empat hari aktivitas PT Arafura Surya Alam (ASA) terbilang lumpuh. Kegiatan perusahaan tambang yang beroperasi di Kotabunan ini terhenti sejak pemerintah kecamatan dan pemerintah desa setempat melarang kendaraan perusahaan menggunakan jalan daerah maupun jalan desa.
Pelarangan ini diinstruksikan langsung oleh Bupati Bolaang Mongondow Timur (Boltim), Sam Sachrul Mamonto S.Sos,M.Si.
“Penutupan itu atas perintah saya,” tegas Sacrul.
Akibatnya, pemerintah desa setempat yang dipimpin Camat Kotabunan Idrus Paputungan S.Pd memasang portal di beberapa jalan yang menjadi akses menuju lokasi tambang dan mess PT ASA.
Menurut Bupati Sam Sachrul Mamonto, penutupan ini dilakukan karena beberapa kesepakatan tidak diindahkan pihak PT ASA.
Antara lain adalah penyerapan tenaga kerja lokal dan bangunan rumah untuk relokasi warga Panang yang lokasinya diambil pihak perusahaan tambang ini.
“Kebanyakan tenaga kerja mereka datangkan dari luar daerah. Rumah yang disiapkan untuk warga yang direlokasi standar layak huninya diragukan,” ungkap Sachrul.
Selain itu, Sachrul geram adanya informasi beberapa kejadian kecelakaan lalu lintas yang melibatkan pihak PT ASA, dan terkesan perusahaan ini mangkir dari tanggung jawab.
“Ada unsur pembiaran dari perusahaan terhadap korban lakalantas antara masyarakat dengan kendaraan milik perusahaan,” terangnya.
Menurut politisi Partai Nasdem ini, karyawan dari luar daerah yang bekerja di PT ASA harus memahami kultur, adat sopan santun dan budaya lokal.
Karyawan pendatang juga yang memiliki posisi di tersebut agar tidak semena-mena terhadap karyawan lokal dan masyarakat lingkar tambang.
“Ada banyak pekerjaan yang bisa dilakukan pengusaha lokal, tapi masih diserahkan kepada pihak luar,” tuturnya.
Dia juga melihat, bidang hubungan masyarakat atau eksternal PT ASA semestinya merekrut warga lokal yang memahami karakter masyarakat di wilayah operasi perusahaan tersebut.
Begitu pun sosialiasi mengenai dampak lingkungan yang tidak dilakukan PT ASA. “Tidak adanya sosialisasi tentang dampak serta penanganan pada saat tambang mulai beroperasi maupun pasca tambang,” ujarnya.
Padahal, lokasi pertambangan ini sangat berdekatan dengan pemukiman penduduk. Tidak ada sosialisasi tentang dampak dan penanganan limbah berbahaya yang mengancam penduduk.
Dikatakannya lagi kalau para pekerja dari luar daerah dan PT ASA acuh tak acuh dengan pemerintah desa.
Dari laporan yang dia terima bahwa para pekerja dari luar daerah tidak terdata di desa, sehingga pemerintah tidak mengetahui persis berapa jumlah pendatang yang ada.
Lebih lanjut, Sachrul mengatakan ada banyak hal yang berkaitan dengan operasi PT ASA yang tidak sesuai dengan harapan rakyat dan pemerintah Kabupaten Boltim.
Padahal, dia pun bersikap terbuka dan berupaya memberi kemudahan bagi siapa saja yang akan berinvestasi di daerah ini. Tetapi, pihak investor juga harus menghormati pemerintah dan rakyat Boltim sebagai pemilik tanah Timur Totabuan.
“Kita tahu bersama bahwa di mana ada tambang pasti akan ada persoalan, dan di mana-mana tambang pasti meninggalkan kesusahan dan penderitaan,” ujarnya.
“Nah, artinya perusahaan harus mampu menjelaskan dan memberikan pemahaman kepada kami bahwa apa yang kami khawatirkan tidak akan terjadi,” ujarnya.
Dia menegaskan, dalam jangka waktu dekat akan mengundang manajemen perusahaan untuk membuat kesepakatan ulang.
“Apabila kesepakatan ini mampu dilaksanakan oleh pihak perusahaan, maka pasti pemerintah akan mendukung PT ASA sebagai perusahaan yang memegang IUP dari pemerintah provinsi dan kementerian,” katanya.
“Kita tunggu saja. Saya akan segera memangil mereka,” tegas Sam Sachrul Mamonto. (*/Siti Nurhadisa Limbanon)