Lintasindonesia.id, HUKUM – Dr. Indah Elychia Samuel, pelapor dugaan pencemaran nama baik terhadap dirinya melayangkan laporan ke Polres Kotamobagu pada Selasa 14 November 2023. Pihak terlapor adalah Rektor Universitas Dumoga Kotamobagu (UDK), Dr. Agus Supandi Soegoto.
Mantan Dekan Fakultas Ekonomi UDK ini, menjelaskan laporan perihal pengaduan yang dilayangkannya tersebut adalah dugaan pencemaran nama baik, fitnah dan pembunuhan karakter. Sehingga dirinya keberatan dengan SP-1 atau Surat Peringatan yang diberikan atasannya.
Dalam SP-1 pada poin 2, menyebutkan bahwa dirinya melakukan pemungutan dana berkaitan dengan kegiatan penjurusan mahasiswa Himpunan Mahasiswa Jurusan Manajemen (HMJM), baik secara langsung maupun tidak langsung tanpa berkoordinasi dengan pihak rektorat atau seijin rektor UDK.
Adapun Poin 2 pada SP-1 yang dituduhkan kepada pelapor, Dr. Indah Elychia Samuel (pelapor) masih menjabat selaku Dekan Fakultas Ekonomi saat itu.
Masih dalam poin pengaduan di Polres Kotamobagu, dijelaskan juga bahwa kegiatan HMJM adalah kegiatan tahunan penjurusan mahasiswa baru, yang setiap tahunnya dilaksanakan oleh mahasiswa dalam hal ini Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Fakultas Ekonomi yang dilengkapi dengan struktur kepanitiaan.
Dalam kegiatan mahasiswa itu, pelapor menegaskan tidak terlibat dalam pengumpulan maupun penggunaan dana, tapi justru yang bersangkutan menjadi donatur dan memberikan bantuan dana pada kegiatan HMJM tersebut.
Untuk itu, pelapor merilis beberapa poin yang menjadi keberatan atas tuduhan terhadap dirinya, diantaranya, tuduhan tersebut dianggap serius karena merupakan pencemaran nama baik secara tertulis, melalui SP-1 dengan nomor 358.A/U14/UDK/SP1/IX/2023 tertanggal 25 September 2023.
Dengan adanya tuduhan tersebut, dinilai menghancurkan karir dan masa depan yang bersangkutan. Apabila tuduhan itu tidak terbukti, maka dianggap suatu kejahatan pencemaran tertulis.
Hal tersebut kemudian direspon oleh Rektor UDK Agus Supandi Soegoto, dirinya menjelaskan jika SP-1 itu bentuk teguran tertulis dari atasan pada bawahan yang dilakukan secara internal.
“Tujuannya agar yang bersangkutan introspeksi atau memperbaiki kinerjanya. SP-1 itu disampaikan atasan langsung yang bertugas melakukan pembinaan pada bawahan sesuai tupoksinya Wakil Rektor 2 Bidang Administrasi Umum dan Keuangan,” kata Agus.
“Jadi itu masih di area institusi dan tidak seharusnya berkembang keluar. Jadi kalau yang bersangkutan sudah melaporkan ke Polres Kota Kotamobagu, itu kami tidak tau menau dan rasanya seharusnya itu diselesaikan secara internal dulu,” sambungnya.
Ditanya soal bukti permasalahan tersebut yang dituduhkan ke pelapor, dimana melakukan pemungutan dana HMJM sesuai SP-1 yang dikeluarkan, kemudian apakah ada bukti pelapor melakukan pengumutan dana, dan apakah sebelum diberikan SP-1 sudah dilakukan klarifikasi terlebih dahulu kepada yang bersangkutan?
Agus pun tidak ingin berkomentar. Sebab, menurutnya, pertanyaan ini teknis dan menjadi area yang seharusnya ibu Indah bicarakan baik-baik dengan atasannya.
“Minimal datang, bertanya pada atasan, apa dasar SP-1 diberlakukan dan lain-lain. Kalau yang bersangkutan datang bertanya langsung, pasti akan dijelaskan baik oleh saya, maupun Wakil Rektor 2 agar duduk masalahnya menjadi jelas. Kan, kita sama-sama punya niat baik, untuk mau bangun kampus ini menjadi kampus unggulan,” kata Agus memungkasi.
Sementara itu, Dr. Indah Elychia Samuel mengungkapkan, bahwa poin dua dalam SP-1 tersebut, sangat merugikan dirinya karena merusak reputasi dan nama baik.
“SP-1 secara hukum sah, karena dikeluarkan secara resmi oleh pimpinan. Jika masalah ini dianggap persoalan internal, harusnya dilakukan pembuktian. Dan jika tidak terbukti, harus dilakukan pemulihan nama baik dengan surat resmi dan menarik kembali SP-1. Anehnya, SP-1 tersebut, sebelumnya tidak dilakukan klarifikasi kepada saya sesuai prosedur, tapi justru tiba-tiba saya menerima SP-1 tanpa ada klarifikasi,” tutur Dr. Indah.
“Padahal sudah jelas, bahwa kegiatan HMJM itu adalah murni kegiatan mahasiswa tahunan yang seharusnya pihak kampus mensupport kegiatan seperti itu, karena merupakan kegiatan ekstrakurikuler wajib sebagai prasyarat kelulusan mahasiswa dan pengabdian mahasiswa kepada masyarakat,” ujarnya.
Ia juga menyatakan bahwa tidak ada persoalan jika bawahan mendapat SP-1, jika memang benar terbukti melakukan pelanggaran. Tapi justru SP-1 yang diberikan tidak sesuai prosedur.
“SP-1 ini tidak berdasar. Harusnya sebagai pimpinan tidak semena-mena mengeluarkan SP-1 yang poinnya merusak reputasi dan nama baik seseorang. Apalagi dengan tuduhan melakukan pemungutan dana tanpa ada bukti dan dasar yang kuat,” kata Indah.
Masih kata Dr. Indah, setelah mendapat SP-1, ia pun mempertanyakan surat tersebut dalam forum rapat Senat yang dihadiri langsung oleh rektor dan Senat universitas, untuk mempertanyakan perihal dasar dikeluarkannya SP-1 tersebut dua hari setelah SP-1 keluar.
“Dalam rapat itu, saya mempertanyakan soal SP-1 sekaligus mengklarifikasi atas tuduhan yang tidak berdasar. Namun, itu semua tidak di indahkan, justru kurang lebih dua Minggu kemudian, saya diberhentikan dari jabatan Dekan Fakultas Ekonomi,” ujarnya lagi.
“Soal diberhentikan dari dekan itu bukan masalah, tapi itu justru lebih menguatkan opini dikalangan kampus jika pemberhentian tersebut dikarenakan SP-1 yang dikeluarkan oleh pimpinan. Jadi demi menuntut kebenaran dan mencari keadilan, saya harus menempuh jalur hukum demi membersihkan nama baik saya,” tandasnya.